Timbul Kontroversi Akibat Pernyataan Kepala Desa Kelong

Site plan PT GB-KEK (F. Ist)

Bintan, Kepri – Pernyataan Kepala Desa (Kades) Kelong, Alimin terkait perizinan yang dikait-kaitkan dengan finansial pemilik lahan yang akan dijadikan usaha pariwisata dengan tujuan pengembangan Pulau Poto, menimbulkan kontroversi, dan menjadi perdebatan dalam pengembangan lahan di Pulau Poto, Bintan Pesisir bagi PT Mempadi Manggala Jaya (MMJ) dan pengusaha lokal Doni selaku pemilik lahan Pantai Pasir Bana.

Belum lama ini di Tanjungpinang  Alimin menyampaikan, bahwa keterlambatan izin untuk proyek pariwisata PT MMJ disinyalir karena alasan kurangnya finansial.

“Finansialnya kurang mungkin, makanya tak dapat izin,” ucapnya didepan para awak media.

“Berbeda dengan PT GB-KEK Industrial Park, yang berhasil mengantongi izin lebih cepat, karena finansial yang lebih besar,” lanjutnya

Pernyataan Alimin tersebut mengundang reaksi dari Doni. Pemilik lahan di kawasan Pantai Pasir Bana ini

Dan mempertanyakan peran Alimin dalam urusan finansial perusahaan yang bukan wewenangnya sebagai Kepala Desa Kelong.

“Kepala Desa seharusnya tahu tugasnya, netral dan berperan untuk memperjuangkan hak pemilik lahan lokal, bukan terlihat seperti perwakilan perusahaan tertentu,” ujarnya, Selasa (29/10/2024).

Alimin, Kepala Desa Kelong saat pertemuan yang mengeluarkan kalimat karena finansial kurang menjadi penyebab keterlambatan Doni, mendapatkan perizinan (Foto:PatarSianipar)

Pulau Poto saat ini berada dalam transisi administratif yang rumit, terlebih dengan perubahan kepemimpinan nasional di bawah Presiden Prabowo. Doni berharap kabinet dan kementerian baru dapat menciptakan kemudahan birokrasi bagi pengusaha lokal. Terutama terkait pengembangan pariwisata yang dirasa semakin tersendat.

Alimin sebelumnya berjanji untuk melindungi hak kepemilikan lahan warga di Pulau Poto dari PT GB-KEK. Lebih lanjut Alimin menjelaskan, PT MMJ sebenarnya telah lama berupaya mengajukan perizinan, namun terkendala. Menurut Alimin, berbanding terbalik dengan PT GB-KEK yang dianggapnya memiliki kekuatan finansial yang memungkinkan izin diterbitkan lebih cepat. Pernyataan ini menimbulkan kesan di kalangan warga bahwa aspek finansial menjadi faktor utama dalam proses pengurusan izin perusahaan.

“Saya bertanggung jawab memastikan lahan Pantai Mempadi dan pantai Pasir Bana tetap milik PT MMJ dan Doni,” tegas Alimin, yang menyebut koordinasi dengan pihak PT GB-KEK Industrial Park terkait kepemilikan lahan ini sebagai bentuk komitmennya pada masyarakat.

Namun, Doni menganggap bahwa Alimin telah menyeberangi batas kewenangan seorang kepala desa, terlebih ketika menyangkut urusan finansial perusahaan dan proses perizinan yang sebenarnya menjadi ranah instansi terkait. Sebagai pengusaha, Doni berharap perizinan dapat berjalan transparan dan tanpa intervensi yang terkesan berat sebelah.

Doni, pemilik lahan Pantai Pasir Bana (Foto : Patar Sianipar)

“Pernyataan Alimin ini perlu dimintai pertanggungjawabannya, apa maksud dan tujuan nya terkait finansial perusahaan,” ketusnya.

Lebih lanjut, saat dikonfirmasi mengenai pemasangan titik koordinat yang ditandai di lahan PT MMJ, Alimin menyebut dirinya tidak dilibatkan, menambah lapisan ketidakpastian bagi warga yang memperjuangkan hak atas lahan mereka.

Konflik di Pulau Poto mencerminkan pentingnya peran pemerintah dalam menjaga transparansi proses perizinan, dan memastikan setiap pemangku kepentingan, dari kepala desa hingga pejabat pusat, dapat menyeimbangkan kepentingan investor dengan hak masyarakat lokal.

Patar Sianipar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.