Saling Klaim Lahan, Patok Lahan Diduga Bergeser

Kuasa hukum Hua Tie alias Susan, Edy Rustandi saat memberi keterangan terkait permasalahan patok lahan yang diduga bergeser” Kamis 17/2 (Foto Patar Sianipar)

Silabusnews.com, Bintan – Permasalahan lahan tumpang tindih di Bintan, kembali mencuat. Kali ini terjadi di Kelurahan Tanjung Uban Selatan, Kecamatan Bintan Utara. Hal ini bermula adanya dugaan patok lahan yang bergeser, yakni lahan yang dimiliki Hua Tie alias Susan, beralamat di Tanjungpinang, akhirnya melalui kuasa hukumnya Edy Rustandi, meminta Badan Pertanahan Bintan (BPN) Bintan, melakukan survey, guna pengukuran pengembalian batas atas lahan yang diklaim milik kliennya seluas lebih kurang dua hektare, Kamis (17/2) siang.

Disaat kegiatan survey, yakni saat pengambilan titik koordinat batas lahan, Supriyatna alias Ujang datang dan mengklaim lahan tersebut miliknya, sehingga pihak BPN mengatakan bahwa mereka hanya survey untuk menetapkan batas lahan dari Hua Tie.

Sementara itu, Edy Rustandi, mengatakan, pihaknya telah mengajukan permohonan pengukuran pengembalian batas atas lahan kliennya ke BPN Bintan dengan bukti sertifikat hak milik yang diterbitkan tahun 1997.

“Sepertinya diduga ada satu atau dua patok yang nampaknya sudah bergeser atau digeser, makanya kami perlu kepastian posisi patok tersebut agar dikembalikan ke tempat yang semula (pada saat pengurusan sertifikat),” ujarnya.

“Kita minta patok dikembalikan sesuai dengan tempat sebenarnya, tidak kurang dan tidak lebih,” tegasnya.

“Untuk memperlancar survey yang dilakukan BPN ini, pihaknya juga menghadirkan pihak sempadan lahannya, sebagaimana persyaratan yang diwajibkan oleh pihak BPN ,” lanjutnya.

“Bukan hanya pihak sempadan lahan, pihak RT, RW, kelurahan, juga diundang dan sudah hadir,” bebernya.

Surveyor BPN sudah melakukan pengambilan titik koordinat di lapangan, dan untuk selanjutnya, pihaknya akan menunggu hasil kerja dari BPN.

“BPN tentunya ada arsip, tentang sertifikat yang sudah diterbitkan tahun tersebut, jadi nanti tinggal dicocokkan, setelah itu akan dijadwalkan kembali untuk diukur kembali,” jelasnya

Disinggung terkait lahan kliennya yang diklaim pihak lain, Edy mengatakan, kepemilikan sebidang tanah didasarkan bukti kepemilikan, data fisik termasuk patok lahan.

“Kepemilikan lahan suratnya seperti apa, posisinya di mana harus jelas, sebidang tanah tidak nonggol sendirinya sebelum ada pengikatnya. Lahan kita jelas asal penjualnya, orang lama bahkan ada juga saksi yang ikut membantu menunjukkan batas,” urainya.

Sementara itu, Supriyatna alias Ujang menyayangkan karena pihaknya tidak diberitahu terkait kegiatan survey ini. Namun, setelah mendapatkan informasi, pihaknya langsung mendatangi lokasi tersebut untuk mempertanyakan kepentingan kegiatan yang dilakukan.

Ujang mengatakan, bahwa keluarganya memiliki lahan tersebut berdasar surat tahun 1982, yakni berupa surat penguasaan fisik. Surat tersebut kemudian diterbitkan menjadi sporadik dan pada tahun 2020 menjadi sertifikat tahun 2020.

“Ada 47 sertifikat yang sudah terbit yang diterbitkan BPN,” ujarnya.

“Penguasaan fisik tahun 1976, penerbitan surat tahun 1981 yang dikeluarkan oleh desa persiapan Kecamatan Bintan Utara, Kepulauan Riau. Jadi, surat dikeluarkan oleh negara,” jelasnya.

“Kami tidak ada memberikan keleluasaan kepada pihak yang mengklaim lahan mereka, karena keluarganya juga memiliki surat yang sah.

Patar Sianipar.

Editor: Crates

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.